Header Ads

Eks Tapol Dipaksa Terima Bantuan Pemerintah

Mantan tahanan politik, Linus Hiluka bersama para simpatisan
ketika memberikan keterangan pers – Jubi/Islami
Wamena, Jubi – Meski terus ditegaskan bahwa lima mantan tahanan politik (tapol) Papua yang dibebaskan Presiden Joko Widodo Mei lalu menolak segala bentuk bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah, namun kabar kelimanya telah menerima bantuan terus saja muncul.
Bantuan tersebut berupa uang senilai 2,6 miliar rupiah, rumah, mobil, bahkan bantuan hewan ternak yang ditawarkan kepada lima eks tapol ini. Tawaran bantuan tetap ditolak dengan tegas oleh eks tapol tersebut.
Eks tapol Papua, Linus Hiluka menjelaskan, selama ini meski suara penolakan bantuan dari pemerintah pusat dan daerah terus dilakukan, masih ada pihak yang memaksa mereka untuk menerima bantuan itu.
“Jadi ada suatu unsur paksaan agar kami (lima eks tapol) harus menerima bantuan yang ditawarkan, berbagai cara terus masuk melalui berbagai jaringan yang dibangun yang menginginkan kami harus terima, ada apa dibalik ini. Sekali lagi kami menegaskan, bahwa tidak menerima dan tidak akan menerima dana yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga yang belum jelas ini,” kata Linus Hiluka, di Jayawijaya, Senin (16/11/2015).
Dijelaskan Linus, dengan hukuman 20 tahun penjara, bahkan ada yang seumur hidup bagi para tapol sebelum dibebaskan presiden bukan persoalan uang, makan minum, juga persoalan kemanusiaan, tetapi lebih pada persoalan politik.
“Ada masalah jadi kami masuk penjara. Kalau kami keluar, berarti harus selesaikan persoalan. Jadi, Pak Jokowi waktu kami dibebaskan tidak pernah harapkan apa-apa, dan kami tuntut ada tiga persoalan dan disampaikan juga kepada presiden yaitu jaminan keselamatan seluruh rakyat Papua, kedua buka ruang demokrasi di Papua dan ketiga membuka ruang seluas-luasnya bagi jurnalis asing masuk ke Papua. Dan Presiden juga sudah umumkan ini, yang sekarang kami tuntut tiga hal itu, karena realisasinya tidak ada dan masyarakat melalui kami pun menuntut realisasi janji Presiden,” katanya.
Makanya, dengan isu bahwa kelima eks tapol ini telah menerima bantuan pemerintah, para eks tapol maupun simpatisan hendak menggelar aksi demo damai di DPRD Jayawijaya, Senin (16/11/2015) dengan maksud mengklarifikasi kepada masyarakat umum, namun digagalkan oleh Kepolisian Resort Jayawijaya.
Hal itu pun membuat para eks tahanan politik dan simpatisan merasa kecewa, karena sudah jauh-jauh hari surat pemberitahuan dilayangkan ke Polres Jayawijaya.
“Kami kecewa karena dilarang menyampaikan aspirasi di muka umum, kenapa surat yang sejak dua minggu lalu kami layangkan ke kepolisian, ditanggapi dan ditolak pas kami mau menggelar aksi,” ujar koordinator lapangan aksi, Demy Oagai kepada wartawan.
Dengan tidak diberikan ijin untuk melakukan aksi demo, Linus menilai atas sistem negara demokrasi yang dianut Republik Indonesia makanya dirinya bersama eks tapol lainya ingin melakukan aksi untuk klarifikasi, tetapi penafsiran kepolisian ada pertimbangan lain.
“Dari pagi seluruh koordinator lapangan di tahan di polres, spanduk, pamflet dan pengeras suara juga ditahan polisi dan ada sekitar enam orang diperiksa sebelum akhirnya dipulangkan. Saat dilakukan pembatalan aksi pun, ada tindak kekerasan dari aparat kepolisian, ada suara tembakan juga yang keluar,” kata Linus Hiluka.
Linus Hiluka menambahkan, dalam aspirasinya menginginkan agar dirinya bersama eks tapol lainnya diberi kejelasan tentang surat kebebasan dari pemerintah, karena sejak keluar dari tahanan hingga kini kelimanya belum mendapatkan surat bebas dari tahanan.
“Presiden harus segera memberikan kepastian status kami lima eks tapol bahwa kami ini bebas melalui grasi, bebas tanpa syarat atau melalui amnesti, karena sejak bebas kami tidak menandatangani surat dalam bentuk apapun,” tegasnya.
Sementara Wakil Kepala Polres Jayawijaya, Kompol Fransiskus Elosak kepada wartawan menjelaskan, pembubaran aksi demo yang akan dilakukan Linus Hiluka dan kawan-kawan dicegah karena dikhawatirkan ada muatan-muatan lain dalam berorasi, selain meminta klarifikasi soal pemberian bantuan dari pemerintah.
“Memang penanggung jawab aksi mereka ini kan eks tapol, lakukan aksi demo untuk memberikan keyakinan kepada rakyat bahwa dia tidak menerima apa-apa dari pemerintah, tetapi dilihat ada muatan lain, sehingga kita cegah,” kata Wakapolres Jayawijaya.
Diakui Wakapolres, sebagian orang termasuk Linus Hiluka sendiri sempat diinterogasi soal rencana aksi demo itu, dimana alat-alat spanduk dan sebagainya untuk keperluan demo ditahan kepolisian.
“Mereka sudah mengajukan beberapa kali surat untuk lakukan aksi tetapi tidak ditanggapi, karena kita melihat ada muatan politik lain. Karena biar bagaimana pun, dia ini kan eks tapol jadi gemanya besar sehingga kita persempit ruang geraknya sehingga muatan politik yang lain tidak diikutkan dalam aksi ini,” ujar Frans Elosak.
“Ada tindak kekerasan dalam pencegahan oleh aparat polisi, saya pikir tidak seperti itu karena itu alasan mereka saja tetapi silahkan saja beranggapan seperti itu, tetapi yang kita lakukan hanya tegas dan terukur tidak bisa lakukan ajak bujuk karena kalau kita lakukan itu juga pasti akan tarik ulur,” tambahnya. (Islami)
 

Tidak ada komentar

Bloger. Diberdayakan oleh Blogger.